SEMAMPIR - Persoalan beras keluarga miskin (raskin) di wilayah Kecamatan Semampir terus memunculkan fakta baru. Ternyata, selain terungkap harganya melebihi aturan, banyak warga yang tidak diajak berembuk tentang kesepakatan pengurangan jatah beras. Akibatnya, warga hanya bisa pasrah mendapat jatah beras yang jauh dari ketentuan. Yakni, 15 kilogram untuk setiap keluarga miskin (gakin).
Warga Sawah Pulo, misalnya. Beberapa penerima mengatakan tidak pernah dilibatkan dalam rapat RT, RW, atau kelurahan. Yang dia tahu, saat ada pembagian raskin, mereka selalu mendapatkan beras murah itu. Seperti pada pembagian raskin 7 Juni lalu, dia hanya mendapatkan 5 kilogram beras. ''Moro-moro kene oleh. Jarene kabeh wis diurus RT (tiba-tiba saya dapat. Katanya, semua sudah diurus RT),'' ujar ibu rumah yang meminta namanya tidak disebut karena khawatir dicoret dari daftar penerima kemarin.
Pengakuan senada muncul dari warga Wonokusumo. Sejumlah penerima menyatakan tidak pernah absen mendapat jatah raskin. Jumlahnya pun stabil, yaitu 4-5 kilogram. Mereka juga tidak mengetahui pasti hak yang seharusnya didapat sebagai gakin. Untuk beras 4 kilogram, mereka harus membayar Rp 8 ribu.
Kondisi di Kelurahan Ujung berbeda lagi. Beberapa gakin di Jalan Hang Tuah menyatakan, mereka medapatkan jatah lebih banyak daripada warga Wonokusumo. Masing-masing mendapatkan jatah 8 kilogram dengan harga Rp 2.000 per kilogram. Dia mengatakan, warga kawasan Hang Tuah mendapatkan 57 sak untuk satu RW yang terdiri atas 10 RT. ''Semuanya dibagi rata untuk semua warga. Saya tidak tahu kenapa,'' ujar salah seorang warga Wonokusumo.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (Bappemas dan KB) Pemkot Ikhsan mengatakan, RT hingga kecamatan tidak bisa serta-merta mengubah ketentuan. Sebab, mereka yang berhak mendapatkan jatah raskin sudah terdata. Jika ada perubahan, seharusnya ada persetujuan dari pemilik sebenarnya secara tertulis. ''Jika tidak ada kesepakatan, berarti ada potensi kecurangan,'' ujarnya.
Ikhsan menambahkan, dalam pedoman umum pembagian raskin, ada beberapa poin perubahan data penerima. Yakni, penerima manfaat telah meninggal dunia, pindah rumah, atau sudah tidak lagi miskin. Di luar itu, dia menegaskan tidak boleh ada perubahan data. ''Pengecualian hanya muncul ketika sang penerima yang terdaftar setuju untuk dikurangi jatahnya,'' tuturnya.
Karena itu, pihaknya akan mengecek langsung ke lapangan terkait dengan kasus raskin di Semampir tersebut. Petugas akan mencocokkan data nama penerima yang dimiliki dengan fakta di lapangan. Jika benar ada penyimpangan, pihaknya akan menelusuri. Salah satunya, ada tidaknya persetujuan pemilik beras. ''Saya memang sudah diberi tahu ada kebijakan lokal yang membagikan beras kepada orang lain. Tetapi, itu harus ada bukti tertulis,'' tegasnya.
Jika ada warga yang tidak setuju, lanjut Ikhsan, RT atau kelurahan haru memberikan jatah gakin secara utuh. Begitu juga perubahan harga dari Rp 1.600 ke Rp 2.000 per kilogram. Dia menegaskan, hal itu tidak bisa dilakukan tanpa ada pemberitahuan dan transparansi kepada warga. (dim/puj/c6/hud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar