GET Money here

CEK PAGERANK ANDA DI SINI

Check Page Rank of any web site pages instantly:
This free page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Selasa, 22 Juni 2010

Eksekusi Kebun Bibit Tak Bisa Diundur Lagi

[ Selasa, 22 Juni 2010 ]

SURABAYA - Rencana eksekusi Kebun Bibit terus bergulir. Kemarin (21/6) Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengadakan rapat koordinasi untuk memuluskan proses eksekusi yang bakal dilakukan pada 29 Juni itu. Pertemuan yang berlangsung 1,5 jam tersebut menyimpulkan bahwa eksekusi tak bisa diundur lagi.

Rapat itu diikuti berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan eksekusi. Antara lain PT Surya Inti Permata (SIP) sebagai pemohon eksekusi, yang diwakili direkturnya, Henry J. Gunawan, Polwiltabes Surabaya, dan Pemkot Surabaya yang diwakili camat Gubeng. Rapat tertutup tersebut merupakan yang kedua. Pertengahan Mei lalu, PN pernah menyelenggarakan rapat koordinasi yang sama. Namun, jadwal yang ditetapkan urung terlaksana karena Surabaya tengah punya hajatan besar, yakni pemilihan wali kota.

"Rapat koordinasi telah selesai. Hasilnya masih kami telaah untuk kami beberkan ke publik," kata Ade Komarudin, juru bicara PN Surabaya, kemarin. Rencananya, PN membeberkan teknis eksekusi Kebun Bibit Rabu mendatang (23/6).

Ade mengungkapkan bahwa setelah rapat tersebut, tak ada pertemuan susulan lagi yang membahas pelaksanaan eksekusi. "Sekarang tinggal menunggu waktu pelaksanaan. Koordinasi cukup sekali saja," katanya.

Ade sebelumnya pernah memaparkan bahwa pelaksanaan eksekusi sangat bergantung pada rapat koordinasi yang dilaksanakan dengan berbagai pihak. Nah, rapat kemarin, tampaknya, tak menggeser jadwal yang dikehendaki pengadilan.

Dia menambahkan, dari hasil rapat tadi, juga ada kesepakatan bahwa pihak keamanan bersedia mengamankan proses eksekusi. Ade menjelaskan, selama ini pemohon eksekusi mendapat beban untuk membayar biaya eksekusi. Namun, Ade tak mengetahui besaran nilainya. "Yang pasti, biaya itu sah ditarik oleh negara," katanya.

Sebelumnya Ketua PN Surabaya I Nyoman Gede Wirya menjelaskan bahwa PN Surabaya sudah mendengarkan pemaparan dari PT SIP (pemohon eksekusi) soal rencana pengelolaan pascaeksekusi. PT SIP menjanjikan bahwa koleksi flora dan fauna di kebun seluas 45 ribu meter persegi itu ditambah.

Pemohon juga akan melibatkan badan konservasi dan sejumlah ahli perkebunan untuk merancang pengelolaan kebun. "Kami sudah mendengarkan paparannya (pemohon eksekusi, Red) dan saya nilai baik," ucapnya.

Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), juga ada perintah bahwa kebun harus tetap berfungsi sebagai ruang terbuka hijau. Nyoman mengingatkan, bila melihat indikasi bahwa PT SIP ingkar janji dalam proses pengelolaan, pemkot bisa menggugat balik. Sementara itu, Kepala Bagian Hukum pemkot Suharto Suwardoyo menjelaskan, perjanjian pemkot dengan PT Surya Inti (SIP) selaku penggugat terjadi pada 17 Februari 1998. Intinya, ketika itu pemkot memberi hak mengelola lahan seluas 45.000 meter persegi kepada PT SIP. Yaitu, berupa izin pemakaian tanah (IPT) di Kelurahan Barata Jaya. PT SIP memberi kompensasi Rp 160 juta tiap tahun kepada pemkot. ''Namun, ketika itu IPT belum dikeluarkan pemkot hingga sekarang," ujar pria yang akrab disapa Anang itu.

Sengketa hukum Kebun Bibit muncul ketika wali kota Sunarto Sumaprawiro membatalkan perjanjian tersebut pada 9 April 200. Itu lah yang memicu sengketa hukum antara PT SIP dengan pemkot. Pembatalan itu berdasarkan musyawarah dengan DPRD Surabaya karena kebun bibit berfungsi sebagai paru-paru kota. Dengan surat itu, maka perjanjian pada 17 Februari 1998 dinyatakan batal.

Namun, pada 19 Juli 2001, wali kota kembali mengirim surat ke DPRD Surabaya soal permohonan perubahan peruntukan tanah kebun bibit oleh pihak ketiga. Juga pemberian hak guna bangunan atas pengelolaan PT Floraya Indah Sentosa selama 30 tahun.

Tapi, surat permohonan itu kemudian dibatalkan sendiri oleh wali kota dengan mengirim surat ke DPRD pada 3 Agustus 2001. Pada

22 Agustus 200, wakil ketua DPRD Surabaya menyatakan dapat menerima pembatalan tersebut.

Dua bulan kemudian, tepatnya pada 4 oktober 2001, pemkot membuat perjanjian penyerahan penggunaan tanah dengan PT Floraya Indah Sentosa. Isi perjanjian antara lain; pertama, pemkot menguasai tanah hak pengelolaan Kebun Bibit dengan luasan lahan 30.000 meter persegi. Kedua, pemkot menyerahkan penggunaan tanah aset seluas 30 ribu meter persegi kepada PT Floraya Indah Sentosa. Dan pihak ketiga tersebut berhak memperoleh hak guna bangunan untuk 20 tahun. Ketiga, sebagai kompensasinya PT Floraya Indah Sentosa membayar ke pemkot Rp 1,45 miliar.

Namun, menurut Anang, perjanjian itu kemudian dibatalkan seiring dengan terbitnya Perda 7/2002 tentang ruang terbuka hijau. ''Bahwa, kebun bibit memang peruntukannya untuk ruang terbuka hijau. PT Floraya kemudian tidak mempermasalahkan hal itu," jelas Anang. Pada 23 April 2002, PT SIP mengirim surat ke Sekkota pemkot. Intinya, menagih penyerahan lahan Kebun Bibit untuk dikelola. Namun, pemkot tidak mengabulkan permohonan itu.

Puncak persoalan terjadi ketika pada 19 Desember 2002, PT SIP melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan melalui PN Surabaya dengan register pekara nomor 779/pdt.g/2002/PN Surabaya. Saat itu, pemkot dinyatakan sebagai tergugat 1 dan PT Floraya Indah Sentosa sebagai tergugat II.

Kemudian, pada 24 Juni 2003 PN Surabaya mengeluarkan amar putusan. Isinya antara lain berbunyi, menolak eksepsi tergugat I dan tergugat II seluruhnya. Kedua, mengabulkan sebagian gugatan penggugat. Ketiga, menyatakan tergugat 1 melanggar hukum. Keempat, menyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat surat perjanjian pada 17 Februri 1998 lalu antara pemkot dan PT SIP. Kelima, PN menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap surat perjanjian penyerahan penggunaan tanah pada 4 Oktober 2001. Keenam, menghukum tergugat 1 atau pemkot untuk menyerahkan hak untuk mengelola obyek sengketa kepada penggugat. Juga menghukum tergugat 1 untuk membayar uang paksa sebenar Rp 100 ribu setiap hari keterlambatan melaksanakan putusan ini.

Pemkot tidak menyerah. Kemudian, mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Namun, PT malah memperkuat putusan PN. Upaya kasasi pun juga kandas. Sebab, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan pemkot dan pemohon kasasi II, PT Floraya Indah Sentosa.

Pada 26 Nopember 2008, kata Anang, PT SIP meminta agar putusan PN dilaksanakan karena berkekuatan hukum tetap. Namun, pemkot tidak bisa menerima. Pada 23 Februari 2009, pemkot mengajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA) jo Pengadilan Tinggi. Upaya lainnya, wali kota Bambang D.H. pada 23 Maret 2009 mengirim surat kepada kuasa hukum PT SIP. Intinya, pemkot tidak bisa melaksanakan perjanjian pada 17 Februari 1998 lalu. Pemkot juga mengajukan PK kedua.

Terkait penolakan itu, pada14 Mei 2009, PN Surabaya memberi peringatan (aanmaning) pemkot ketika rapat bersama. Saat rapat itu, kuasa hukum pemkot dan PT SIP hadir. Hasilnya, PN Surabaya akan mempelajari dan mempertimbangkan persoalan Kebun Bibit. Berbagai upaya masih dicoba pemkot. Anang mengatakan, pada 22 Mei 2009, Bambang kembali mengajukan permohonan kepada ketua PN Surabaya agar tidak melakukan eksekusi. ''Pemkot belum bisa memenuhi amar putusan PN karena pemkot telah menetapkan perda 7/2002 tentang ruang terbuka hijau," terangnya.

Kasubag Bantuan Hukum pemkot Ekawati Rahayu mengatakan, pemkot tetap meminta agar eksekusi menunggu keputusan PK. ''Meski kami tahu bahwa hasil PK tidak bisa menunda eksekusi. Namun, kami berharap Ketua PN dapat memahami," ujarnya. Apalagi, Kebun Bibit untuk kepentingan masyarakat luas. Karena itu, apapun hasil PK, pemkot akan terus berupaya untuk mempertahankan paru-paru kota tersebut. Menurut perempuan yang akrab dipanggil Yayuk itu, di internal pemkot juga membahas soal relokasi lahan lain yang ditawarkan untuk PT SIP. "Namun, rencana ini belum kami sampaikan ke PT SIP," ujarnya. Pemkot masih menunggu hasil keputusan resmi dari PN. (git/kit/c9/oni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar